Merek memang penting untuk semua pebisnis lindungi eksistensinya. Namun begitu, tak semua proses daftar merek itu selalu berakhir mulus dan langsung terdaftar, lho. Pasalnya kalau merekmu tak sesuai ketentuan, bisa jadi merekmu juga akan tertolak daftarnya. Hal ini didukung pula dengan banyaknya contoh merek yang ditolak hingga saat ini.
Hingga artikel ini penulis buat, telah banyak contoh merek yang ditolak yang terdapat pada sistem milik DJKI. Tentunya tidak serta merta langsung tertolak seperti itu, melainkan juga karena ada faktor regulasi-regulasi yang ada di baliknya.
Kira-kira apa sajakah contoh merek yang ditolak? Seperti apa kiranya aturan soal ini?
Mari kita kupas singkat dan komprehensif perihal contoh merek yang ditolak ini beserta regulasi dasarnya pada jabaran artikel berikut!
Sebelum mulai menuju bahasan contoh merek yang ditolak di Indonesia, kamu harus tahu dulu mengapa pengajuan merek ditolak pendaftarannya.
Di dalam sebuah proses daftar merek, tidak serta merta sebuah merek bakal tertolak pengajuan daftarnya tanpa ada fondasi rasionalisasinya. Setiap contoh merek yang ditolak masing-masing pasti punya alasan mengapa merek tersebut bisa tertolak oleh DJKI.
Penolakan atau Diskualifikasi merek sejatinya berangkat dari regulasi merek yang mengatur soal merek-merek yang bisa tertolak registrasinya.
Regulasi inilah yang nantinya bakal jadi fondasi dari DJKI dalam menentukan sebuah merek bisa terdaftar atau justru harus tertolak daftarnya karena memenuhi unsur-unsur tertentu.
Kalau merujuk pada Pasal 21 aturan UU Merek tahun 2016, maka bisa kita dapatkan beberapa kriteria yang mengatur soal merek yang bisa tertolak daftarnya, antara lain sebagai berikut:
Sehingga, misal nih merek yang mau kamu daftarkan mengandung komponen-komponen di atas, kemungkinan besar merekmu bakal masuk contoh merek yang ditolak.
Nah kalau sudah begini maka jalan satu-satunya kamu musti ganti merek yang lebih sesuai dan tidak mengandung komponen-komponen di atas.
Selain itu, ada juga kategorisasi dari merek yang gak bakal bisa kamu daftarkan, antaranya seperti:
Sayangnya, jikalau kita lihat pada sistem PDKI, DJKI tidak memberikan rasionalisasi terkait diskualifikasi merek tersebut dalam sistem. Pasalnya, DJKI bakal cuma memberitahukan rasionalisasi tersebut cuma pada ‘sang empunya’ merek yang tertolak tersebut.
Namun walaupun begitu, kita tetap menduga dan menerka bahwa contoh merek yang ditolak tersebut telah memenuhi satu atau lebih komponen dari merek yang bakal tertolak daftarnya atau tak bisa teregistrasi — sesuai pada poin sebelumnya.
Karenanya, kita bakal bisa mengkaji beberapa contoh merek yang ditolak tersebut di poin-poin berikut:
Seperti yang sudah kita singgung sebelumnya, di sini DJKI tidak mencantumkan apa rasionalisasi dari tertolaknya merek Bestea ini. Karenanya kita masih bisa menduga bahwa merek ini tertolak mungkin karena merek ini memiliki kesamaan dengan merek serupa yang telah terdaftar lebih dulu.
Contoh merek yang ditolak pendaftarannya selanjutnya datang dari merek berikut. Merek “Susu Steril” ini tertolak pendaftarannya karena kemungkinan tidak ada unsur pembeda di dalam nama mereknya. Selain itu, nama merek yang terasosiasi dengan nama produk juga bisa berpotensi jadi alasan merek bisa tertolak.
Merek “Y” juga jadi merek yang tertolak daftarnya. Rasionalisasi terbesar yang mungkin jadi salah satu alasan mengapa merek ini tertolak adalah karena merek ini cuma terdiri dari satu huruf saja dan tidak ada faktor lain sebagai daya pembeda atau diferensiasinya.
Jika merek ini menambahkan unsur-unsur lain sebagai faktor pembeda dan ciri khasnya di dalam nama merek atau logonya, maka kemungkinan merek ini masih punya kemungkinan terdaftar.
Sama dengan rasionalisasi pada merek-merek sebelumnya, merek A ini juga tertolak karena kurang lebih karena dua hal berikut ini:
Merek “USAHAKU” juga masuk ke dalam merek yang tertolak pendaftarannya. Alasan diskualifikasi merek ini kurang lebih karena merek tak ada daya pembeda dan/atau hanya menyebut layanan jasa yang mau diajukan pendaftarannya.
Walaupun sekilas memiliki peluang terdaftar karena memiliki logo merek sebagai elemen pendukung dan pembedanya, nyatanya merek “RODA DUA” telah mengalami diskualifikasi merek dari DJKI.
Salah satu alasan yang kemungkinan bisa mendasari diskualifikasi ini adalah karena nama mereknya berkaitan dengan produk bisnisnya yakni sepeda roda dua. Hal ini memang DJKI larang karena nama merek haruslah tidak terasosiasi dengan produk yang mau kamu mohonkan registrasinya.
Alasan yang sama juga bisa jadi dasar diskualifikasi dari merek “Cin & cau” berikut ini. Merek ini mengalami diskualifikasi karena alasan yang kurang lebih sama dengan merek sebelumnya yakni nama merek terasosiasi atau berkaitan dengan produk yang mau pemiliknya daftarkan yakni minuman cincau.
Sekarang coba perhatikan merek “PUTRI MENEER” berikut ini. Jika kita cek secara seksama, status diskualifikasi merek ini memiliki keterangan lain yang menyertai yakni “Ditolak Berdasarkan Tanggapan”.
Artinya, sebelum merek ini mendapatkan status tertolak, merek ini sempat mendapatkan oposisi dari merek lain yang sudah terdaftar sebelumnya. Dengan kata lain, bisa kita ambil asumsi bahwa merek “PUTRI MENEER” ini tertolak daftarnya karena sudah ada merek serupa yang telah lebih dulu terdaftar di produk sejenis.
Faktanya, diskualifikasi merek juga bisa terjadi pada perusahaan besar sekalipun. Misalnya seperti merek “pasar.id” yang mana pengajuannya oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Asumsi yang bisa kita bangun dari diskualifikasi merek ini, kurang lebih adalah karena merek ini kekurangan daya pembeda dan/atau mirip dengan merek lain yang sudah terdaftar sebelumnya.
Berikutnya adalah merek logo “TITIKOMA” berikut. Pendaftaran merek logo ini bisa tertolak kurang lebih juga karena beberapa rasionalisasi berikut:
Jika merek ini menambahkan elemen lain sebagai ciri khas atau daya diferensiasi mereknya — seperti tambahan dalam nama atau logonya — maka kemungkinan besar merek ini masih bisa punya peluang untuk bisa terdaftarkan.
Diskualifikasi merek “ACTION” di sini jika kita cermati lebih dalam, maka kemungkinan karena alasan tak ada daya diferensiasi, dan/atau mengandung kata-kata yang umum.
Sehingga jadi penting di sini untuk menambahkan unsur-unsur lain sebagai daya diferensiasi lainnya agar merek bisa memiliki potensi terdaftar.
Dari contoh-contoh merek di atas, kita bisa ambil konklusi bahwa jadi sangat penting bagi merek untuk tidak hanya unik melainkan juga harus sesuai dengan aturan regulasi merek yang ada. Hal ini tentunya agar merekmu bisa kamu ajukan daftarnya dan bisa punya peluang terdaftar yang tinggi.
Sehingga jika merekmu kiranya sudah sesuai dengan aturan dan sudah punya daya pembeda, maka sudah saatnya kamu jadikan merekmu tersebut sebagai milik bisnismu dan milikmu!
Mari percayakan kebutuhan daftar merek bisnismu kepada jasa profesional yang sudah terbukti pengalamannya di Jasa Merek!
Aturan yang jadi fondasi pengaturan merek di Indonesia terdapat pada UU Merek tahun 2016 beserta dengan aturan-aturan pelaksananya.
Pengajuan daftar merek di Indonesia bisa kamu ajukan kepada DJKI selaku badan instansi yang menaungi soal perlindungan aset intelektual di Indonesia.
Sebuah merek bisa tertolak registrasinya karena memenuhi kategori dari merek yang tak bisa terdaftar dan/atau merek yang ditolak menurut aturan UU Merek tahun 2016.