Praktik memperjualbelikan produk-produk — baik berupa barang atau jasa — di bawah naungan merek mungkin sudah lumrah di kalangan pebisnis dan masyarakat. Tapi apa jadinya jika ternyata produk yang kamu jual belikan tersebut adalah merek bisnis? Hal inilah yang kemudian mendasari lahirnya praktik jual beli merek dagang yang kerap terjadi.
Jual beli merek dagang ini sendiri sejatinya bukan sebuah hal yang baru — apalagi di tengah kehidupan berbisnis. Pasalnya, sudah banyak contoh di luar sana pebisnis-pebisnis yang sudah mengalihkan kepemilikan atas merek bisnisnya tersebut ke pihak lain dengan cara jual beli.
Tapi kendati demikian, kira-kira seperti apakah aturan dari jual beli merek dagang ini? Sahkah praktik ini di mata hukum positif Indonesia?
Mari kuak selengkapnya soal jual beli merek dagang tersebut beserta aturannya di uraian artikel berikut ini!
Pendaftaran Merek Gagal? Bisa Jadi Salah Pilih Jasa!
Banyak layanan yang menjanjikan kemudahan, tapi tidak semua memberikan perlindungan maksimal. Ketahui cara memilih jasa pendaftaran merek yang benar agar tidak salah langkah!Lihat Panduannya di Sini!!
Dunia bisnis kini telah menunjukkan sebuah dinamika yang makin beragam. Eksistensi merek kini tak hanya untuk mengidentifikasi atau mendiferensiasi suatu bisnis dengan bisnis lain saja, melainkan perannya kini telah ikut bertransformasi jadi lebih luas dan lebih besar lagi.
Fungsi utamanya memang adalah sebagai markah pembeda suatu bisnis. Namun tak bisa terpungkiri juga bahwa sejatinya, merek ini tetaplah sebuah aset intangible atau aset tak terlihat dari sebuah bisnis. Sehingga dalam hal ini, pebisnis sebagai pemilik merek atau aset tersebut tetap punya hak untuk mengalihkan merek-mereknya itu.
Salah satu cara mengalihkan merek ini adalah dengan jual beli merek dagang. Praktik ini sendiri sebenarnya sudah pernah berjalan lebih lama dari yang pernah kamu kira.
Mungkin kamu sudah akrab dengan salah satu restoran cepat saji paling terkenal di dunia yakni McDonald’s. Pada awal berdirinya, McDonald’s ini didirikan oleh McDonald bersaudara pada tahun 1940-an dengan menu-menu seperti kentang goreng, burger, dan susu kocok atau milkshake.
Barulah pada tahun 1961, Ray Kroc kemudian membeli bisnis dan merek McDonald’s dari McDonald bersaudara untuk kemudian ia kembangkan sendiri. Hasilnya? Kamu bisa menikmati restoran McDonald’s yang telah tersebar di seluruh dunia seperti sekarang ini.
Dari dalam negeri sendiri, kamu mungkin juga sudah akrab dengan merek Sariwangi. Kamu mungkin juga tak akan menyangka bahwa di tahun 1989 silam, hak merek teh Sariwangi ini sudah dibeli oleh PT Unilever Indonesia Tbk. Hasilnya, kini Unilever Indonesia berhak untuk menjual teh dengan nama merek Sariwangi tersebut.
Namun walaupun memang dalam praktiknya sudah ada yang melakukan jual beli merek dagang ini, kira-kira seperti apakah konfigurasi hukum dari jual beli merek dagang ini — khususnya di Indonesia?
Pada poin sebelumnya, kamu sudah mengetahui seperti apa praktik singkat dari jual beli merek dagang ini. Tapi bagaimana dengan konfigurasi hukumnya?
Merek sendiri sudah terklasifikasikan sebagai benda bergerak dalam hukum privat atau perdata di Indonesia. Artinya, karena sudah masuk kategori benda bergerak, maka merek bisa kamu alihkan hak-hak kebendaannya — dalam hal ini maka hak merek ini bisa kamu alihkan kepada orang lain.
Benda bergerak ini sendiri kalau kita mengacu pada aturan hukum perdata, maka bisa terdefinisi sebagai benda yang menurut sifatnya memang bisa bergerak dan kamu alihkan. Baik dari segi wujudnya, atau dari segi hak-haknya.
Selain itu, dalam aturan Pasal 41 UU Merek juga mengatur soal peralihan hak atas merek itu sendiri. Di dalam pasal tersebut, ada banyak kausa atau kondisi yang bisa menyebabkan sebuah merek itu beralih haknya — dan salah satunya ialah lewat perjanjian.
Jual beli sendiri merupakan salah satu bentuk dari perjanjian itu sendiri. Hal ini karena dalam jual beli, biasanya juga memiliki syarat-syarat sah yang menyebabkan sebuah perjanjian itu bisa berlaku yakni terdiri dari:
1. Para pihak.
2. Adanya kesepakatan.
3. Ada objek.
4. Sebab yang halal.
Nah jika kita mengaplikasikan syarat sah di atas ke dalam sebuah praktik jual beli merek dagang, maka bisa kamu dapatkan hasil sebagai berikut:
1. Para pihak: penjual dan pembeli merek.
2. Ada kata ‘sepakat’ dari para pihak untuk menjual dan membeli merek dan tak ada paksaan dari keduanya.
3. Ada merek yang bakal dijual dan dibeli.
4. Jual beli merek dagang tersebut bukan berdasar atas suatu sebab yang hukum perbolehkan dan tidak larang.
Saat kamu mau membeli atau mengalihkan merek terdaftarmu tersebut dengan jual beli, maka di sini kamu juga harus mencatatkan pengalihan mereknya ke DJKI. Hal ini agar pihak DJKI bisa mengetahui dan memperbarui data-data terkait pengalihan merek yang sudah kamu lakukan tersebut.
Hal ini juga agar pengalihan merekmu tersebut bisa sah secara hukum dan bisa memberikan jaminan kepada pihak ketiga.
Pada saat seseorang akan melakukan jual beli atas merek, maka di saat itu juga ia akan butuh yang namanya akta jual beli merek. Akta ini merupakan sebuah dokumen yang berisi perjanjian-perjanjian yang harus para pihak sepakati — tanpa paksaan — atas perjanjian jual beli merek tersebut.
Karenanya, tak perlu heran jika di luar sana mungkin sudah banyak contoh perjanjian jual beli merek yang tersebar. Tapi pada intinya, contoh akta jual beli merek ini bakal berisi beberapa aspek sebagai berikut:
Para pihak yang terlibat — penjual dan pembeli — harus tercantum di dalam dokumen perjanjian yang kamu buat.
Objek yang kamu masukkan untuk jual beli juga harus kamu definisikan sedetail dan serinci mungkin untuk menghindari kekeliruan yang bisa terjadi.
Selanjutnya, tata cara menjual dan membeli merek mulai dari prosedur penjualan hingga pembayaran juga harus kamu jelaskan secara rinci di dalam perjanjian tersebut. Gunanya adalah agar menghindari multi tafsir terkait praktik jual beli atas merek yang kamu lakukan tersebut dan agar setiap detailnya bisa jelas dan terjamin.
Jika di masa depan nanti ternyata kamu menemukan adanya pelanggaran hukum atau adanya masalah yang bisa berpotensi sengketa, maka kamu juga bisa masukkan tata cara penyelesaiannya dan penalti apa yang mau kamu terapkan terhadap si pelanggar perjanjian.
Sebagai sebuah aset yang sangat tak ternilai harganya, mengamankan merek dari tangan-tangan para pencuri atau kompetitor yang ingin meniru merekmu sangatlah jadi sebuah prioritas.
Pasalnya, kamu tak akan mau potensi merekmu terenggut begitu saja atau jatuh ke tangan yang salah.
Adalah Jasa Merek, yang senantiasa berkomitmen untuk membantu kamu dalam segala kebutuhan merekmu bersama jasa paten merek yang sudah terpercaya di bidangnya. Kamu juga bisa melakukan pengalihan merek bersama kami untuk memastikan bahwa setiap detail prosesnya terjaga dan terjamin tanpa ada masalah!
Pendaftaran Merek Itu Mudah, Asal Pilih Jasa yang Tepat!
Jangan tergiur harga murah tanpa memastikan kualitas layanan. Ketahui cara memilih jasa pendaftaran merek yang benar-benar bisa melindungi merek bisnismu dengan maksimal.Simak Panduan Lengkapnya!
Jual beli merek adalah praktik untuk menjual atau membeli sebuah merek dagang.
Ya, pada dasarnya praktik ini masih boleh kamu lakukan asal kamu landasi dengan sebab yang memang hukum perbolehkan.
Dasar konfigurasi hukum mengalihkan merek bisa kamu temukan di Pasal 41 UU Merek.
Ya, setiap pengalihan merke yang terjadi harus kamu catatkan ke DJKI.
Beberapa kandungan utama dari sebuah perjanjian jual beli merek antara lain mencantumkan para pihak, objek juak beli merek, tata cara jual dan belinya, dan penyelesaian masalah sengketanya.