Kasus pelanggaran HAKI di industri kreatif Indonesia sering kali muncul menjadi berita utama yang menggegerkan publik. Sebut saja kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penyanyi terkenal Agnes Mo yang baru-baru ini terjadi.
Kasus tersebut telah menarik perhatian netizen dan menuai pro kontra di jagat media sosial. Pelanggaran hak cipta cenderung merugikan kedua belah pihak dan pastinya dampak negatif pun akan dirasakan secara berkelanjutan.
Di tanah air sendiri, ada beberapa kasus serupa yang sempat terjadi, dan tentunya cukup menghebohkan. Kasus apa sajakah itu? Yuk, simak beberapa kasus pelanggaran HAKI yang sempat menggegerkan publik beserta analisis lengkapnya.
Merek Terdaftar = Bisnis Lebih Aman!
Tahukah kamu bahwa tanpa pendaftaran, merek kamu bisa digunakan orang lain? Dengan layanan Jasa Pendaftaran Merek, brand kamu terlindungi secara hukum dan bisa berkembang tanpa ancaman!Pelajari Manfaatnya Sekarang!
Beberapa kasus pelanggaran HAKI yang terjadi di Indonesia sudah ditindak dan menemukan titik terang. Tapi ada pula yang masih mengambang dan belum menemukan penyelesaian yang tanggap.
Berikut 7 contoh kasus HAKI dan analisisnya, yang sempat geger di tanah air:
Sebuah platform online bernama IndoXXI sempat menghebohkan dunia perfilman tanah air. Ya, platform tersebut menjajakan film dan serial gratis di situs mereka tanpa seizin pemilik hak cipta.
Lantas, pihak berwajib pun melakukan penertiban dengan cara menutup platform digital yang meresahkan tersebut. Kasus IndoXXI ini merupakan salah satu potret buram tantangan penegakan hukum di era digital, khususnya di dunia perfilman.
Penutupan IndoXXI memang sudah dilakukan, namun hal ini tidak serta merta mengakhiri praktik pembajakan. Edukasi publik tentang menghargai karya cipta dan penawaran alternatif tontonan legal dengan harga terjangkau menjadi kunci dalam memerangi fenomena ini.
Kasus HAKI Indonesia pernah terjadi, menyangkut brand tas mewah Louis Vuitton. Ya, pelanggaran ini dilakukan oleh oknum produsen tak bertanggung jawab, yakni mencetak dan menjual produk berlabel Louis Vuitton palsu.
Aparat penegak hukum pun secara tanggap melakukan operasi senyap untuk memberantas kasus pelanggaran HAKI ini. Kendati demikian, praktik tercela ini masih belum bisa padam. Masih ada banyak produsen dan pedagang nakal yang melakukan hal merugikan ini.
Kasus pemalsuan merek Louis Vuitton ini telah menciptakan kerugian ganda. Bagi pemilik merek yang citra dan keuntungannya tercoreng, dan bagi konsumen yang tertipu daya oleh janji palsu kemewahan.
Pengawasan dan penindakan yang lebih masif perlu dilakukan untuk memberantas akar masalah pemalsuan ini.
Kasus pelanggaran HAKI Indonesia terjadi pada Brand Geprek Bensu oleh Ruben Onsu dan produk serupa yang dimiliki oleh Benny Sudjono. Bermula dari pendaftaran merek, di mana keduanya saling klaim sebagai pemilik sah identitas kuliner yang telah populer di lidah masyarakat tersebut.
Setelah melalui serangkaian persidangan yang penuh drama, pengadilan memberikan vonis yang cukup unik. Merek Geprek Bensu milik Ruben Onsu ditolak, sementara merek I Am Geprek Bensu Sedep Beneerrr milik Benny Sudjono dibatalkan sebagian.
Sengketa Geprek Bensu ini dapat menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya keunikan dan kehati-hatian dalam memilih nama merek. Terlebih jika memilih terjun di industri kuliner yang kompetitif.
Seperti yang telah disinggung di awal, kasus haki di Indonesia terbaru datang dari bidang musik. Ya, hal ini mengenai dugaan pelanggaran hak cipta yang menyeret nama besar Agnez Mo.
Penyanyi yang sudah Go International tersebut dituding telah membawakan lagu ciptaan Ari Bias tanpa izin yang semestinya. Kasus ini masih bergulir di meja hijau, namun sudah menyeruak menjadi omongan publik, bahkan beberapa musisi pun turut angkat bicara.
Dugaan kasus pelanggaran HAKI semacam ini sebetulnya telah menjadi isu klasik dalam industri musik. Seorang penyanyi, sekalipun memiliki popularitas tinggi, tetap wajib menghormati hak intelektual pencipta lagu.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi hak cipta dalam setiap pertunjukan musik.
Telah terjadi sengketa merek antara brand furniture raksasa asal Swedia, IKEA dengan pengusaha lokal di Surabaya, PT Ratania Khatulistiwa. Pada kasus ini, PT Ratania Khatulistiwa mengaku telah mendaftarkan merek IKEA lebih dulu.
Konflik pun tak terhindarkan ketika IKEA membuka gerai di Indonesia, dan memicu sengketa merek yang cukup pelik. Pengadilan Niaga Surabaya awalnya memenangkan PT Ratania Khatulistiwa berdasarkan prinsip pendaftaran lebih dulu.
Namun, Mahkamah Agung membalikkan putusan tersebut, membatalkan merek IKEA milik perusahaan lokal. Hal ini digadang-gadang akan menimbulkan kebingungan konsumen jika dua perusahaan tersebut menggunakan nama yang sama.
Kasus pelanggaran HAKI ini menjadi dilema tersendiri atas pendaftaran merek lokal dan perlindungan merek dagang yang telah mendunia. Hal ini menjadi pelajaran bagi pelaku usaha lokal untuk lebih kreatif dalam memilih nama merek yang unik.
Keluarga Gen Halilintar yang cukup terkenal pernah tersandung kasus pelanggaran HAKI terkait lagu Lagi Syantik. Ya, keluarga besar itu sempat digugat oleh PT Nagaswara Publisherindo terkait lagu tersebut.
Nagaswara selaku pemilik hak cipta lagu menggugat keluarga Gen Halilintar atas dugaan plagiasi. Keluarga influencer itu dituding mengunggah cover lagu Lagi Syantik tanpa izin, dibarengi dengan modifikasi yang dilakukan, dan hasilnya memang terbukti.
Dari kasus ini dapat dilihat jika sengketa HAKI bukan sekedar bualan dan argumen di pengadilan semata. Ini merupakan cermin bagi seluruh pelaku industri kreatif agar senantiasa menghormati hak cipta, baik dari segi ekonomi maupun moral.
Industri kecantikan pernah digegerkan dengan pelanggaran hak cipta oleh brand terkenal. Kasus ini terjadi pada brand MS Glow milik Shandy Purnamasari dan PS Glow Men milik Putra Siregar.
Tindakan sengketa terjadi ketika MS Glow menggugat PS Glow Men atas dugaan pelanggaran merek. Pengadilan pun telah mengabulkan sebagian gugatan MS Glow. Putra Siregar diperintahkan untuk menghentikan produksi dan penjualan produk dengan merek tersebut.
Kasus dari dua merek produk kecantikan terkenal ini merupakan gambaran persaingan bisnis yang berujung pada sengketa HAKI. Pelajaran yang dapat ditarik dari kasus ini ialah, pentingnya melakukan riset merek sebelum meluncurkan produk.
Dari kasus pelanggaran HAKI yang telah disebutkan, tentu saja hal ini menekankan jika merek unik dan orisinal merupakan segalanya. Jika kamu tak mau karya yang telah kamu buat disalahgunakan, bergegaslah mengambil tindakan.
Kamu bisa banget menggunakan jasa daftar merek melalui platform Jasa Merek agar mendapatkan perlindungan prima atas karyamu. Tim profesional Jasa Merek akan siap mendampingi dalam mengamankan legalitas karyamu.
Di Jasa Merek juga menyediakan fasilitas surat keberatan merek jika kamu menemukan pihak lain mendaftarkan merek serupa dengan milikmu. Segera lindungi inovasi dan jaga reputasi karyamu dengan kepastian hukum yang sah.
Merekmu Belum Terdaftar? Hati-Hati, Bisa Direbut!
Tanpa pendaftaran resmi, kamu tidak punya hak hukum atas merek yang kamu bangun. Pelajari bagaimana Jasa Pendaftaran Merek dapat melindungi bisnis dan identitas merekmu!Pelajari Sekarang!
Masa habis atau kadaluarsa artinya bebas pakai, tapi wajib cek database DJKI dulu.
Ya, pelanggar akan menghadapi denda besar dan hukuman tergantung skala kerugian.
Jika hanya janji tertulis saja masih belum aman, lebih baik menggunakan surat izin dan daftar secara resmi.
Umumnya 8–12 bulan jika dokumen lengkap dan proses lancar.
Kesamaan signifikan antara karya terdaftar mulai dari logo, nama dagang, pola desain, hingga lirik atau kode.