Manusia terlahir dengan keunggulan akal pikiran dari pada makhluk-makhluk yang lain. Akal pikiran manusia inilah yang kemudian banyak berkontribusi bagi manusia dalam menghasilkan karya-karya intelektualnya. Namun begitu, sebagai seorang pengkarya, rasanya perlu kamu paham juga soal konsep perlindungan hak cipta.
Satu dari sekian banyaknya alasan kenapa sebagai seorang pengkarya — sebut saja seperti seniman, sastrawan, ilmuwan, dan sebagainya — harus paham soal perlindungan hak cipta adalah agar karyamu terproteksi.
Karya yang terproteksi baik tentu bakal melahirkan ketenangan bagi penciptanya karena terhindar dari masalah, khususnya seperti masalah hukum.
Lagi, bagaimanakah sebenarnya konsep perlindungan hak cipta yang berjalan di Indonesia?
Yuk simak bahasan perlindungan hak cipta selengkapnya dalam ulasan artikel berikut ini!
Konsep perlindungan hak cipta jika dalam analogi bak sebuah payung yang bisa melindungi kamu ketika hujan datang. Jika payung memproteksimu dari basah kuyup saat hujan datang, maka perlindungan hak cipta bakal menjagamu dari tindakan-tindakan yang bisa membahayakan karyamu. Misal, seperti pembajakan, plagiarisme, dan sejenisnya.
Tapi seperti apa maksud detailnya?
Hak cipta adalah salah satu konsep proteksi kekayaan intelektual yang banyak dunia kenal hingga sekarang. Apabila menengok dari segi formatif, maka Indonesia sendiri sebenarnya juga telah mengatur proteksi hak cipta dalam UU 28/2014 tentang Hak Cipta (UU HC).
Di dalam UU perlindungan hak cipta tersebut, makna dari hak cipta (HC) sendiri ialah hak spesial yang lahir otomatis setelah kreasi ciptaanmu terbentuk nyata.
Apakah kamu melihat ada sesuatu yang menarik dari definisi di atas?
Ya, apabila pemahaman kamu arahkan pada definisi di atas, maka kamu akan bisa lihat bahwa perlindungan hak cipta itu lahir secara langsung ketika sebuah kreasi terwujud nyata. Sehingga perlu kamu garis bawahi, kalau karyamu masih baru berupa ide, maka HC tak akan bisa melindunginya.
Lantas, apa sajakah bentuk karya yang bisa kamu beri perlindungan hak cipta? Apakah cuma karya-karya seni saja atau karya-karya sejenisnya seperti sastra?
Tentu tidak sesempit itu. Masih merujuk kepada UU HC, ada beberapa objek yang masuk dalam kelompok karya yang bisa punya perlindungan hak cipta. Ada sekitar 19 objek kreasi yang terlindungi HC dalam UU HC.
Kesembilan belas objek ini bisa kita kelompokkan jadi beberapa kategori seperti seni, sastra, dan digital agar kamu bisa lebih mudah memahaminya.
Objek yang masuk kategori seni ini sangat banyak variasinya, seperti seni lukis, musik, sinema, terapan, dan sejenisnya. Lain untuk kategori sastra yang bisa meliputi objek seperti buku, bunga rampai, karya tulis dan macamnya. Untuk kategori digital, misal seperti kompilasi data, video games, dan perangkat lunak program untuk komputer.
Bukankah proteksi hak cipta ya cuma hak cipta saja?
Pertanyaan di atas memang tak ada yang salah. Namun, patut kamu pahami kalau di dalam sebuah proteksi hak cipta (HC), ada dua jenis hak yang terkandung: hak moral dan juga hak ekonomi.
Hak moral bisa juga kamu sebut sebagai hak pribadi yang mana punya artian sebagai sebuah hak yang lekat secara abadi pada diri kamu sebagai seorang pengkarya. Hak pribadi ini yang membuat kamu berhak atas pencantuman diri kamu sebagai pemilik sebuah karya.
Selanjutnya ada hak ekonomi atau hak komersial. Hak komersial ialah hak yang pencipta dan pemegang HC miliki untuk bisa dapat keuntungan secara ekonomi. Pemisalan dari hak ini seperti yang terdapat pada sistem pembayaran atas royalti lagu yang kamu nyanyikan untuk kebutuhan komersil kepada pencipta lagu.
Walaupun HC lahir langsung — saat kreasi ciptaan terwujud nyata — bukan berarti tak punya durasi tempo proteksi. Jangka waktu perlindungan hak cipta adalah durasi tempo waktu HC tersebut terlindungi secara legal.
Karenanya, kalau berbicara soal durasi tempo proteksi HC di Indonesia, maka sebenarnya akan bervariasi menurut objeknya.
Ada yang berlaku seumur hidup kreatornya dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah kreatornya tiada. Ada pula yang berlaku 50 tahun sejak pertama kali publikasi. Namun khusus untuk kreasi seni terapan, maka durasi temponya adalah selama 25 tahun sejak pertama kali publikasi.
Oleh sebab itu, memahami kreasi ciptamu termasuk pada golongan proteksi yang mana akan sangat menentukan berapa lama kreasimu tersebut punya durasi tempo proteksi.
HC memang merupakan bentuk karya intelektual yang lahirnya otomatis. Tapi walau begitu, kamu tetap bisa meregistrasikan karya yang kamu miliki agar bisa mendapatkan proteksi HC yang lebih kuat dan legal.
Tentu, ketika kamu ingin meregistrasikannya secara formal ke lembaga DJKI — selaku lembaga yang menaungi proteksi karya intelektual di Indonesia — ada persyaratan yang sangat perlu kamu miliki.
Syarat ini sendiri bermacam-macam dan tak jauh berbeda dari syarat registrasi karya intelektual yang lainnya, seperti nama, dokumen diri, hingga alamat. Tapi, ada syarat utama yang harus kamu miliki ketika kamu ingin meregistrasikan HC atas karyamu tersebut.
Tak lain, syarat tersebut ialah kamu harus punya karya terlebih dulu. Bukan dalam bentuk ide, tapi harus terwujud secara nyata. Hal inilah yang harus jadi perhatian utama kamu ketika kamu mau mengajukan registrasi HC kamu.
Syarat utama ini sendiri sejatinya juga sudah tercantum dalam definisi awal yang mana menyebutkan bahwa HC baru lahir kalau karya sudah terwujud nyata.
Karenanya, ketika kamu ingin meregistrasikannya secara formal lewat DJKI, sudah barang tentu eksistensi karya tersebut harus kamu pegang sebagai bukti bahwa memang karyamu sudah punya HC secara deklaratif.
Setelah mengetahui hakikat dasar dari HC itu sendiri, mungkin kamu akan bertanya-tanya, “Jika HC lahir secara otomatis, mengapa masih banyak kasus menyangkut HC yang terjadi di luar sana?”
Jawaban umum atas pertanyaan tersebut tentu akan bervariasi tergantung perspektif masing-masing. Ada yang memang terjadi karena pelakunya berintensi murni untuk membajak, meniru, atau memplagiat karya tersebut.
Namun ada pula yang memang terjadi karena keawaman soal konsepsi HC itu sendiri.
Contoh singkat dari kasus menyangkut HC bisa kamu temukan dari industri musik tanah air yang ramai masyarakat perbincangkan akhir-akhir ini. Misalnya, seperti Vidi Aldiano yang digugat atas dugaan pelanggaran hak cipta atas lagu “Nuansa Bening” oleh pencipta lagu itu sendiri yakni Keenan Nasution.
Sebelum kasus Vidi Aldiano, Agnezmo juga sempat mendapatkan gugatan pelanggaran hak cipta karena sudah membawakan lagu milik Ari Bias yang berjudul “Bilang Saja” secara komersil tanpa izin.
Dua kasus di atas tentu saat ini jadi cermin bahwa proteksi HC — khususnya bagi para pengkarya — jadi sebuah hal yang sangat penting. Apalagi jika pengkarya tersebut benar-benar menggantungkan hidupnya dari karya-karya yang ia miliki.
Tentu hal tersebut makin menambah urgensi proteksi dari HC itu sendiri terhadap karya-karya yang seorang pengkarya miliki agar terhindar dari masalah-masalah hukum yang tak mereka inginkan di kemudian hari.
Bagi orang-orang yang bergerak dan mencari penghidupan dari karyanya — seperti seniman, sastrawan, dan semacamnya — proteksi HC jadi sangat penting. Namun hal tersebut tak cuma berlaku bagi profesi-profesi itu saja. Bisnis pun juga banyak yang butuh proteksi maksimal atas HC untuk produk karya-karya mereka.
Masih belum terlambat untuk mengesahkan proteksi HC milikmu. Karenanya, sebelum masalah datang mendahuluimu, mari segera berikan proteksi HC yang layak untuk karya-karyamu!
Bersama dengan Jasa Merek, kini kamu sudah bisa melakukan pendaftaran hak cipta secara gampang dengan bantuan para profesional yang sudah ahli di bidangnya. Lindungi sekarang dan proteksi karyamu untuk masa depan!
Ya, agar karya tersebut bisa terproteksi secara hukum dan legal.
Agar proteksi dari HC tersebut bisa lebih sempurna dan kuat karena mendaftarkannya ke DJKI bisa memberikan pencipta sertifikat pencatatan ciptaan yang bisa jadi bukti kuat atas HC dari kreasi tersebut.
Karya atau kreasi ciptaan yang masuk dalam golongan objek yang bisa terproteksi HC-nya, bisa kamu ajukan proteksi HC secara formal.
Durasi tempo proteksi HC bisa bervariasi, tergantung dari objeknya. Ada yang bisa seumur hidup, ada yang 70 tahun tapi ada pula yang 25 tahun.
Dalam sebuah HC, ada dua hak yang terkandung yakni hak moral (pribadi) dan ekonomi (komersial) yang masing-masing melekat pada pencipta sebuah kreasi atau karya yang terproteksi HC-nya.